Home » , » RITUAL DAN INSTITUSI ISLAM

RITUAL DAN INSTITUSI ISLAM



PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Di era globalisasi menempatkan bangsa Indonesia dalam arus perubahan besar yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, terutama kehidupan budaya. Pada dasarnya perubahan itu merupakan proses sejarah  yang panjang, yang berkembang dari masa ke masa. Didalam sejarah Indonesia proses tersebut terlihat sejak dari awal pembentukan masyarakat pada masa prasejarah, kedatangan pengaruh kebudayaan Hindu-Budha, kedatangan agama dan kebudayaan Islam, serta hadirnya pengaruh Barat, sampai masa kini. Sudah difahami bahwa selama perjalanan sejarah tersebut diatas, bangsa Indonesia beberapa kali berada dalam situasi yang sama, yaitu berhadapan dengan kedatangan budaya lain yang berbeda sifatnya.
Sebagai negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan, maka bagi generasi muda Indonesia modern tetap diperlukan pendidikan kebudayaan, terutama yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan dan peradaban bangsa. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan kebudayaan, dulu sebelum agama islam masuk ke Indonesia sempat masuk terlebih dahulu agama hindu dan budha. Agma Hindu dan Budha sangat memeberikan pengaruh yang sangat besar sekali bagi masyarakat buktinya sampai sekarang masih terdapat kebudayaan yang menganut ke Hinduan dan Budha. Oleh karena itu Islam tidak menghilangkan kebudayaan tersebut hanya mengarahkan kepada ke Islaman saja.

2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pandangan ritual dalam persepektif sosiolgi ?
2.      Bagaimana  mengetaauhi jenis-jenis ritual dalam islam ?
3.      Bagaimana  fungsi dan unsur- unsur institusi ?

3.      Tujuan Pembuatan Makalah
Ø  Untuk menambah wawasan tentang mata kuliah Metodologi Studi Islam
Ø  Unrtuk mengetahui ritual dan instaitusi dalam islam

RITUAL DAN INSTITUSI ISLAM

            Pembahasan tentang ini dibagi menjadi dua bagian : ritual dan institusi ialam. Bagian pertama terdiri atas dua bagian, yaitu ritual dalam perspektif sosiologi dan ritual islam. Bagian kedua terdiri atas tiga bagian, yaitu institusi, fungsi dan unsure institusi, dan institusi islam.
a.      Ritual dalam perspektif sosiologi
Ritual adalah kata sifat dari rites dan juga ada yang merupakan kata benda. Sebagai kata sifat, ritual adalah segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti ritual dance, ritual laws. Sedangkan sebagai kata benda adalah segala yang bersifat upacara keagamaan, seperti upacara Gereja Katolik (Hornby 1984:73).[1]
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sacral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Disamping itu ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelakudengan objek yang suci dan memperkuat hubungsn soldaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.[2]
Dalam agama, upacara ritual atau rites ini biasa dikenal dengan ibadat, kebaktia, berdo’a atau sembahyang. Setiap agama mengajarkan berbaagai ibadat, do’a dan bacaan-bacaan pada momen-momen tertentu yang dalam agama islam dinamakan dengan dzikir. Kecenderungan agama mengajarkan banyak ibadat dalam kehidupan sehari-hari supaya manusia tidak lepas dari kontak dengan Tuhannya.[3]
Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual dilator belakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sacral, menimbulkan ritual.
Dalam analisis Djamari (1993:36), ritual ditinjau dari segi tujuan (makna) dan cara.
1.      Dari segi tujuan,
·         ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan,
·         ada ritual yang tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat. contohnya upacara ratiban (di beberapa wilayah Betawi) yang dilakukan untuk mendoakan orang yang hendak melakukan ibadah haji). Istilah lainnya adalah walimah al-safar.
·         ada tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan. Sebagian umat Indonesia melakukan ritual Tahlilan yang dilakukan ditempat (rumah) keluarga yang meninggal dunia; salah satu tujuannya adalah mendoakan yang telah meninggal supaya mendapat ampunan dari Allah atas segala keslahan yang pernah dilakukannya.
2.      Dari segi cara dibedakan menjadi dua, yaitu :
·         Individual
Sebagian ritual dilakukan secara perorangan, bahkan ada yang dilakukan dengan mengisolsi diri dari keramaian, seperti meditasi, betapa dan yoga.
·         Kolektif (umum)
Dilakukan secara bersamaan, seperti khotbah, shalat berjamah dan haji.
C. Anthony Wallace (Djamari, 1993;39) meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni :
1.      Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian.
2.      Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3.      Ritual sebagai ideologis-mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentiment, dan prilaku untuk kelompok yang baik. Misalnya, upacara inisiasi (upacara yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan dan kematian) yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak dan tanggung jawab yang baru.
4.      Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru; ia berhubungan dengan dunia profon.
5.      Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali). Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.
Demikianlah ritual dalam perspektif sosiologi. Meskipun pada bagain tertentu, kita kurang setuju, misalnya dengan muncul anggapan bahwa umat islam memuja Hajar Aswad (lihat Eliabeth K. Notthingham, 1993; 10), karena mereka melihatnya dari sudut formal (yang tak terlihat), buka sudut ajaran.[4]
b.      Ritual islam
Secra umum ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua : ritual yang mempunyai dalil tegas dan eksplisit dalam al-Qur’an dan sunnah; dan ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Salah satu ritual dalam bentuk pertama adalah shalat; sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan , peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad saw (muludan) dan tahlil yang
Selain perbedaan tersebut,ritual dalm islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan.Dari segi ini,ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi tiga : primer, sekunder dan tertier.
1.      Ritual islam primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat islam. Umpamaya, shalat lima waktu dalam ssehari semalam.kewajiban ini disepakati oleh para ulama karena berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad saw.
Terdapat pada surat al-Isra’ [17] : 78
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh[865]. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
2.      Ritual Islam yang sekunder adalah ibadah shalat sunah, umpamanya bacaan dalam rukukk dan sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.
3.      Ritual Islam yang tertier adalah ritual yang berupa anjuran      yang dan tidak sampai pada derajat sunah. Umpamanya, dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Al-Nasa’i dan Ibnu Hibban yang menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda, orang-orang yang membaca ayat kursi setelah salat wajib, tidak akan ada yang menghalanginya untuk masuk surga. Karena itu, membaca ayat kursi setelah salat wajib adalah tahsini.
Dari sudut mukalaf, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Ritual yang diwajibkan kepada setiap orang
2.      Ritual yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili oleh sebagian orang.
Dari segi tujuan, ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Ritual yang bertujuan mendapatkan rida Allah semata dan balasan yang ingin dicapai adalah kebahagiaan ukhrawi.
2.      Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan didunia ini, misalnya shalat istiqa, yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun hujan.
Dengan meminjam pembagian ritual menurut sosiologi (yang dalam tulisan ini diambil dari Homans), ritual dalam Islam juga dapat dibagi menjadi dua: ritual primer dan ritual sekunder
Hikmah yang terdapat dibalik ajaran-ajaran agama islam.[5]
1.      Mengajarkan agar melaksanaka shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain.
2.      Puasa. Agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa iba. Tujuan dari puasa, seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah adalah ‘la’alakum tattaqun’, qta diharapka menjadi orang bertaqwa.[6]
3.      Ibadah haji yang dilaksanakan di kota Makkah. Dalam waktu yang bersamaan-sehingga merasa bersaudara dengan sesama muslim dari seluruh dunia.
4.      Thawaf mengandung makna bahwa hidup harus penuh dengan diamika yang tak kenal lelah yang tertuju sebagai ibadah kepada Allah semata dll.
Tetapi jika kita tidak mempunyai rasa kepedulian social terhadap apa yang terjadi disekitar kita, sesungguhnya ibadah ritual tadi tidak bermakna apa-apa. Karena, dari ibadah ritual itu sesungguhnya diharapkan ada dampak nyata pada prilaku social sehari-hari. Oleh karena itu untuk mengukur keshalehan seseorang tidak cukup dengan hanya dilihat dari hal-hal yang bersifat ritual. Seperti sabda Rasulullah saw “ sebaik-baik kamu adalah yang bermanfaat kepada orang lain”. [7]

c.       Institusi
Dalam bahasa Inggris dijumpai dua istilah yang mengacu kepada pengertian institusi (Iembaga), yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. (Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, 1995: 1).
Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan pengalihbahasaan dari istilah Inggris, social institution. Akan tetapi, Soerjono Soekanto (1987:177) menjelaskan bahwa sampai saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan tepat untuk menjelaskan istilah Inggris tersebut. Ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah itu adalah pranata sosial yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Pranata sosial, seperti dituturkan oleh koentjaraningrat (1980: 179), adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada sejumlah aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka dalam masyarakat. Dengan demikian, menurut beliau, lembaga kemasyarakatan adalah sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa arti social institution adalah bangunan social. Ia merupakan padanan dari istilah Jerman, yaitu siziale gebilde. Terjemahan ini nampak jelas menggambarkan bentuk dan struktur social institution.
Pengertian-pengertian social instiuction yang lain yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, (1987: 179) adalah sebagai berikut:
1.        Menurut Robert Mac Iver dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan.
2.        Howard Becker mengartikan social institution dari sudut fungsinya. Menurutnya, ia merupakan jaringan dari proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi meraih dan memelihara kebutuhan hidup mereka.
3.        Sumner melihat social institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, social institution ialah perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masvarakat.
Dari paparan singkat mengenai pengertian institusi, dapat disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian: pertama, sistem norma yang mengandung arti pranata; dan kedua, bangunan.
Sebagai sebuah norma, institusi itu bersifat mengikat. Ia merupakan aturan yang mengatur warga kelompok di masya¬rakat. Di samping itu, ia pun merupakan pedoman dan tolok ukur untuk menilai dan memperbandingkan dengan sesuatu.
Norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, berubah sesuai keperluan dan kebutuhan manusia. Maka lahirlah, umpamanya, kelompok norma kekerabatan yang menimbulkan institusi keluarga dan institusi perkawinan; kelompok norma pendidikan yang melahirkan institusi pendidikan; kelompok norma hukum melahirkan institusi hukum, seperti peradilan; dan kelompok norma agama yang melahirkan institusi keagamaan.
Dilihat dari daya yang mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1.       Tingkatan cara (usage)
Usage menunjuk pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan mengikat norma usage adalah paling lemah dibandingkan ketiga tingkatan norma lainnya.
2.       Kebiasaan (folkways)
Folkways merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama; menggambarkan bahwa perbuatan itu disenangi banyak orang. Daya ikat norma ini lebih kuat daripada norma usage, contohnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Tidak memberi hormat kepada yang lebih tua dianggap sebagai suatu penyimpangan. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat.
3.       Tata kelakuan (mores)
Apabila suatu kebiasaan dianggap sebagai cara berperilaku, bahkan dianggap dan diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia merupakan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat daripada folkways dan usage.
4.       Adat istiadat (custom)
Norma tata kelakuan (mores) yang terus-menerus dilakukan sehingga integrasinya menjadi sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat dan meningkat ke tahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang melanggar custom akan menderita karena mendapat sanksi yang keras dari masyarakat. (Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964: 61-2)[8]

d.      Fungsi Dan Unsur- Unsur Institusi
Secara umum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut.
1.      Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
2.       Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
3.       Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi institusi yang diungkapkan di atas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian tingkah laku suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat institusi-institusi yang ada di masyarakat bersangkutan.
Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, dalam bukunya yang berjudul Society: an Introductory Analysis yang ditulis dan disadur oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 78), elemen institusi itu ada tiga.
1.      Association
Association merupakan wujud konkret dari institusi, ia bukan sistem nilai tetapi merupakan bangunan dari sistem nilai. Ia adalah kelompok-kelompok kemasyarakatan. Sebagai contoh, institut atau universitas merupakan institusi kemasya¬rakatan, sedangkan Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga adalah association.
2.      Characteristic institution
Characteristic institution adalah sistem nilai atau norma ter¬tentu yang dipergunakan oleh suatu associaton. Ia dijadikan landasan dan tolok ukur berperilaku oleh masyarakat asosiasi yang bersangkutan. Tata perilaku dalam characteristic institution mempunyai daya ikat yang kuat dan sanksi yang jelas bagi setiap jenis pelanggaran.
3.      Special interest
 Special interest adalah kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi. Sebagai sebuah gambaran ringkas, kita lihat contoh berikut ini: Keluarga merupakan asosiasi yang di dalamnya terdiri atas beberapa anggota keluarga. Para anggota keluarga terikat oleh aturan-aturan yang telah sama-sama disepakati. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.[9]

e.       Institusi Islam
Sistem norma dalam agama Islam bersumber dari firman Allah Swt dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Ia merupakan pedo¬man bertingkah laku masyarakat Muslim agar mereka memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.
Daya ikat norma dalam Islam tercermin dalam bentuk:
1.      Mubah, dalam terminologi ilmu Ushul Fikh, mubah tidak mempunyai daya ikat sehingga perilaku mubah tidak mendapat sanksi.
2.      Mandub, mempunyai daya ikat yang agak kuat sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku dalam kategori ini akan mendapat pahala.
3.      Wujub adalah perilaku yang harus dilakukan sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku wujub akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akan mendapat sanksi.
4.      Makruh, makruh adalah tingkat norma yang memberikan sanksi kepada yang melanggarnya; dan yang tidak melanggar tidak diberi pahala
5.       Haram adalah norma yang memberikan sanksi yang sangat berat kepada pelanggar.
Institusi adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma Islam terdapat dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
1.      Norma akidah tercermin dalam rukun iman vang enam.
2.      Norma ibadah tercermin dalam bersuci (thaharah), salat, zakat, puasa (shaum), dan haji.
3.      Norma muamalah tercermin dalam hukum perdagangan, perserikatan, bank, asuransi, nikah, waris, perceraian, hukum pidana, dan politik.
4.      Norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah Swt dan akhlak terhadap makhluk.
Norma-norma dalam Islam yang merupakan characteristic institution, seperti yang disebutkan di atas kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu yang merupakan bangunan atau wujud konkret dari norma. Pembentukan asosiasi dengan landasan norma oleh masyarakat Muslim merupakan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia di dunia dan akhirat; karena institusi di dalam Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam, dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.[10]
Dari paparan singkat di atas, dapat dikemukan beberapa contoh institusi dalam Islam yang ada di Indonesia, seperti:[11]
1.      Institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agamanya, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan. Pernikahan juga tidak hanya dianggap sebagai upacara rutinitas namuun mmemiliki nilai ibadah seorang muslim menikah bukan semata-mata memenuhi kebutuhan seksual melainkan beribadahh juga.
2.      Institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah.
3.      Institusi ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Mu'amalah Indonesia (BMI), Baitul Mal Watamwil (BMT).
4.      Institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS). zakat ini sebagai lembaga ekonomi dalam ioslam merupakan kaarakteristik khas institusi dalam islam.
5.      Institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi segala kebutuhan masvarakat Muslim, baik kebutuhan fisik maupun nonfisik.
6.      Institusi politik yang diasosiasikan menjadi partai politik yang berasaskan Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Umat Islam (PUI).





PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ritual Dalam Persepektif Agama dikenal dengan ibadat, kebaktian, berdo’a atau sembahyang. Dimana ritual tersebut mengandung prilaku tindakan dan tujuan. Semua agama mengenal ritual dimana prilaku tindakan dalam pelaksanaanya dan tujuannya berbeda-beda dan ada pula yang sama dengan cara yang berbeda-beda. ritual dalam Pandangan islam yaitu suatu peribadahan yang didasarkan pada Al-Quran dan as-sunnah  seperti shalat, puasa , dll. Dalam pandangan islampun dikenal ritual yang tidak didasarkan pada Al-Quran dan as-sunnah seperti marhabaan. Islampun berpandangan bahwa suatu ritual ada yang diwajibkan. Disunahkan, dan diharamkan. Dalam ritual tidak terlepas dari cara dan sarana-sarana yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Adapun dalam pelaksanaanya terdapat aturan-aturan sebagai pedoman dan sebagai tolok ukur dalam peribadatan ritual baik aturan-aturan yang berdasarkan islam dan aturan maasyaarakat.

B.     Saran
Pepatah mengatakan tidak gading yang tak retak, apabila para pembaca merasa bahwa makalah  ritual dan institusi dalam islam yang kami buat kurang sempurna kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.










Daftar Pustaka
Agus, Bustanudin. 2005. Agama dalam kehidupan manusia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Abd. Hakim. Atang & Mubarok, Jaih. 2000. Metodologi  Studi  Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Nata, Abuddin.2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sahrodi,jamali. 2007. Metodologi  Studi  Islam. Bandung : Pustaka Setia
Rahmat, M.Imadadun dkk. 2003. Islam Pribumi. Jakarta : Erlangga


[1] Agus, Bustanudin. 2005. Agama dalam kehidupan manusia. Hal : 96
[2] Abd. Hakim. Atang & Mubarok, Jaih. 2000. Metodologi  Studi  Islam. Hal :
[3] Agus, Bustanudin. 2005. Agama dalam kehidupan manusia. Hal : 99
[4] Abd. Hakim. Atang & Mubarok, Jaih. 2000. Metodologi  Studi  Islam . hal : 127
[5] Nata, Abuddin.2004. Metodologi Studi Islam. Hal : 43-44
[6] Rahmat, M.Imadadun dkk. 2003. Islam Pribumi. Hal : 72
[7] Rahmat, M.Imadadun dkk. 2003. Islam Pribumi. Hal : 81
[8] Abd. Hakim. Atang & Mubarok, Jaih. 2000. Metodologi  Studi  Islam . hal : 130-133
[9] Abd. Hakim. Atang & Mubarok, Jaih. 2000. Metodologi  Studi  Islam . hal : 133-134
[10] Abd. Hakim. Atang & Mubarok, Jaih. 2000. Metodologi  Studi  Islam . hal : 134-135
[11] Jamali sahrodi. 2007. Metodologi  Studi  Islam. Hal : 127-128

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

1 komentar:

  1. Assalamualaikum wrb...
    Salam sejahtera bagi semua sahabat yang sempat membaca postingan ini. Perkenalkan nma sya Dinda dri Palu. Sebelumnya sya mau minta maaf karna sya langcang memposting pengalaman pribadi sya. Dulu sya hidup serba kekurangan sejak suami sya meninggal karna penyakit yg dideritanya. Sya punya 3 anak ,2 yg masih duduk dibangku sklah dasar yg msih butuh biaya sklah dan yg bungsu sakit2an butuh biaya pengobatan sedangkan penghasilan sya setiap hari tdak pernah menentu. Sya hanya tukang cuci keliling dan disamping itu sya jga biasa jdi buruh angkut dpasar . Sya sempat stress dan hampir bunuh diri tpi sya memikirkan nasib ank sya seandainya sya sudah tiada. Tpi disuatu hari ada seseorang yg sempat berbagi cerita sma sya tntg kesuksesannya berkat bantuan Ki abdullah tpi sya tdak masuk akal tpi setelah sya pikir2 sya coba memberanikan diri dan meminjam hp tman sya untuk menghubungi nmor aki tersebut dan setelah sya bicara dgn aki sya mengikuti saran yg aki berikan. Syukur Alhamdulillah sya bisa bangkit lgi dri keterpurukan. Anak sya bisa sklah smpai kejenjang yg lbih tinggi dan sya bisa membuka toko pakaian jadi yg terbilang ramai. Terima kasih aki berkat bantuannya sya bisa sukses bgini. Untuk kalian yg punya masalah dkehidupan sehari2nya jgn putus asa , semua masalah ada jlan keluarnya. Dan bagi yg ingin memcoba atau ada minat konsultasi dgn aki silahkan hubungi KI ABDULLAH dinomor 0823-3975-5544. Sumpah demi Allah ini nyata .



























    BalasHapus