PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Di era globalisasi
menempatkan bangsa Indonesia dalam arus perubahan besar yang mempengaruhi
segala aspek kehidupan masyarakat, terutama kehidupan budaya. Pada dasarnya perubahan
itu merupakan proses sejarah yang
panjang, yang berkembang dari masa ke masa. Didalam sejarah Indonesia proses
tersebut terlihat sejak dari awal pembentukan masyarakat pada masa prasejarah,
kedatangan pengaruh kebudayaan Hindu-Budha, kedatangan agama dan kebudayaan
Islam, serta hadirnya pengaruh Barat, sampai masa kini. Sudah difahami bahwa
selama perjalanan sejarah tersebut diatas, bangsa Indonesia beberapa kali
berada dalam situasi yang sama, yaitu berhadapan dengan kedatangan budaya lain
yang berbeda sifatnya.
Sebagai
negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan, maka bagi generasi muda
Indonesia modern tetap diperlukan pendidikan kebudayaan, terutama yang
berhubungan dengan sejarah kebudayaan dan peradaban bangsa. Bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang kaya akan kebudayaan, dulu sebelum agama islam masuk ke
Indonesia sempat masuk terlebih dahulu agama hindu dan budha. Agma Hindu dan
Budha sangat memeberikan pengaruh yang sangat besar sekali bagi masyarakat
buktinya sampai sekarang masih terdapat kebudayaan yang menganut ke Hinduan dan
Budha. Oleh karena itu Islam tidak menghilangkan kebudayaan tersebut hanya
mengarahkan kepada ke Islaman saja.
2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan ritual dalam persepektif
sosiolgi ?
2. Bagaimana
mengetaauhi jenis-jenis ritual dalam islam ?
3. Bagaimana
fungsi dan unsur- unsur institusi ?
3.
Tujuan Pembuatan Makalah
Ø Untuk menambah wawasan tentang mata kuliah
Metodologi Studi Islam
Ø Unrtuk mengetahui ritual dan instaitusi dalam
islam
RITUAL
DAN INSTITUSI ISLAM
Pembahasan
tentang ini dibagi menjadi dua bagian : ritual dan institusi ialam. Bagian
pertama terdiri atas dua bagian, yaitu ritual dalam perspektif sosiologi dan
ritual islam. Bagian kedua terdiri atas tiga bagian, yaitu institusi, fungsi
dan unsure institusi, dan institusi islam.
a. Ritual
dalam perspektif sosiologi
Ritual adalah kata sifat dari rites dan juga ada
yang merupakan kata benda. Sebagai kata sifat, ritual adalah segala yang
dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti ritual dance, ritual laws. Sedangkan
sebagai kata benda adalah segala yang bersifat upacara keagamaan, seperti
upacara Gereja Katolik (Hornby 1984:73).[1]
Semua agama mengenal ritual, karena setiap agama
memiliki ajaran tentang hal yang sacral. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual
adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Disamping itu ritual merupakan
tindakan yang memperkokoh hubungan pelakudengan objek yang suci dan memperkuat
hubungsn soldaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.[2]
Dalam agama, upacara ritual atau rites ini biasa
dikenal dengan ibadat, kebaktia, berdo’a atau sembahyang. Setiap agama
mengajarkan berbaagai ibadat, do’a dan bacaan-bacaan pada momen-momen tertentu
yang dalam agama islam dinamakan dengan dzikir. Kecenderungan agama mengajarkan
banyak ibadat dalam kehidupan sehari-hari supaya manusia tidak lepas dari
kontak dengan Tuhannya.[3]
Hampir semua masyarakat yang melakukan ritual
dilator belakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan pada yang sacral,
menimbulkan ritual.
Dalam
analisis Djamari (1993:36), ritual ditinjau dari segi tujuan (makna) dan cara.
1.
Dari segi tujuan,
·
ada
ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan,
·
ada
ritual yang tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan
keselamatan dan rahmat. contohnya upacara ratiban
(di beberapa wilayah Betawi) yang dilakukan untuk mendoakan orang yang hendak
melakukan ibadah haji). Istilah lainnya adalah walimah al-safar.
·
ada
tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan. Sebagian umat Indonesia
melakukan ritual Tahlilan yang
dilakukan ditempat (rumah) keluarga yang meninggal dunia; salah satu tujuannya
adalah mendoakan yang telah meninggal supaya mendapat ampunan dari Allah atas
segala keslahan yang pernah dilakukannya.
2.
Dari segi cara dibedakan menjadi dua, yaitu :
·
Individual
Sebagian ritual dilakukan secara perorangan, bahkan
ada yang dilakukan dengan mengisolsi diri dari keramaian, seperti meditasi,
betapa dan yoga.
·
Kolektif
(umum)
Dilakukan secara bersamaan, seperti khotbah, shalat
berjamah dan haji.
C. Anthony Wallace (Djamari, 1993;39)
meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni :
1. Ritual sebagai teknologi, seperti
upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian.
2. Ritual sebagai terapi, seperti upacara
untuk mengobati dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Ritual sebagai ideologis-mitos dan
ritual tergabung untuk mengendalikan suasana perasaan hati, nilai, sentiment,
dan prilaku untuk kelompok yang baik. Misalnya, upacara inisiasi (upacara yang
berhubungan dengan kelahiran, perkawinan dan kematian) yang merupakan
konfirmasi kelompok terhadap status, hak dan tanggung jawab yang baru.
4. Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang
mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru; ia berhubungan
dengan dunia profon.
5. Ritual sebagai revitalisasi (penguatan
atau penghidupan kembali). Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya
masyarakat.
Demikianlah ritual dalam perspektif
sosiologi. Meskipun pada bagain tertentu, kita kurang setuju, misalnya dengan
muncul anggapan bahwa umat islam memuja Hajar Aswad (lihat Eliabeth K.
Notthingham, 1993; 10), karena mereka melihatnya dari sudut formal (yang tak
terlihat), buka sudut ajaran.[4]
b. Ritual
islam
Secra umum ritual dalam islam dapat dibedakan
menjadi dua : ritual yang mempunyai dalil tegas dan eksplisit dalam al-Qur’an
dan sunnah; dan ritual yang tidak memiliki dalil, baik dalam Al-Qur’an maupun
dalam sunnah. Salah satu ritual dalam bentuk pertama adalah shalat; sedangkan
contoh ritual kedua adalah marhabaan ,
peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad saw (muludan) dan tahlil yang
Selain perbedaan tersebut,ritual dalm islam dapat
ditinjau dari sudut tingkatan.Dari segi ini,ritual dalam islam dapat dibedakan
menjadi tiga : primer, sekunder dan tertier.
1.
Ritual
islam primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat islam. Umpamaya,
shalat lima waktu dalam ssehari semalam.kewajiban ini disepakati oleh para
ulama karena berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad saw.
Terdapat pada surat al-Isra’ [17] : 78
Dirikanlah shalat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat)
subuh[865]. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat).
2.
Ritual
Islam yang sekunder adalah ibadah shalat sunah, umpamanya bacaan dalam rukukk
dan sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.
3.
Ritual
Islam yang tertier adalah ritual yang berupa anjuran yang dan tidak sampai pada derajat sunah. Umpamanya, dalam
hadits yang diriwayatkan oleh imam Al-Nasa’i dan Ibnu Hibban yang menyatakan
bahwa Nabi SAW bersabda, orang-orang yang membaca ayat kursi setelah salat
wajib, tidak akan ada yang menghalanginya untuk masuk surga. Karena itu, membaca
ayat kursi setelah salat wajib adalah tahsini.
Dari sudut mukalaf,
ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Ritual
yang diwajibkan kepada setiap orang
2.
Ritual
yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili oleh
sebagian orang.
Dari segi tujuan,
ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Ritual
yang bertujuan mendapatkan rida Allah semata dan balasan yang ingin dicapai
adalah kebahagiaan ukhrawi.
2.
Ritual
yang bertujuan mendapatkan balasan didunia ini, misalnya shalat istiqa, yang
dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun hujan.
Dengan meminjam
pembagian ritual menurut sosiologi (yang dalam tulisan ini diambil dari
Homans), ritual dalam Islam juga dapat dibagi menjadi dua: ritual primer dan
ritual sekunder
Hikmah yang terdapat
dibalik ajaran-ajaran agama islam.[5]
1.
Mengajarkan
agar melaksanaka shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang
merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain.
2.
Puasa.
Agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa iba.
Tujuan dari puasa, seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah adalah ‘la’alakum tattaqun’, qta diharapka
menjadi orang bertaqwa.[6]
3.
Ibadah
haji yang dilaksanakan di kota Makkah. Dalam waktu yang bersamaan-sehingga
merasa bersaudara dengan sesama muslim dari seluruh dunia.
4.
Thawaf
mengandung makna bahwa hidup harus penuh dengan diamika yang tak kenal lelah
yang tertuju sebagai ibadah kepada Allah semata dll.
Tetapi jika kita
tidak mempunyai rasa kepedulian social terhadap apa yang terjadi disekitar
kita, sesungguhnya ibadah ritual tadi tidak bermakna apa-apa. Karena, dari
ibadah ritual itu sesungguhnya diharapkan ada dampak nyata pada prilaku social
sehari-hari. Oleh karena itu untuk mengukur keshalehan seseorang tidak cukup
dengan hanya dilihat dari hal-hal yang bersifat ritual. Seperti sabda
Rasulullah saw “ sebaik-baik kamu adalah
yang bermanfaat kepada orang lain”. [7]
c.
Institusi
Dalam bahasa Inggris dijumpai dua istilah yang
mengacu kepada pengertian institusi (Iembaga), yaitu institute dan institution.
Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan
pada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan.
(Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, 1995: 1).
Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan
pengalihbahasaan dari istilah Inggris, social
institution. Akan tetapi, Soerjono Soekanto (1987:177) menjelaskan bahwa
sampai saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan
tepat untuk menjelaskan istilah Inggris tersebut. Ada yang mengatakan bahwa
padanan yang tepat untuk istilah itu adalah pranata sosial yang di dalamnya
terdapat unsur-unsur yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Pranata
sosial, seperti dituturkan oleh koentjaraningrat (1980: 179), adalah suatu
sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada sejumlah aktivitas
manusia untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka dalam masyarakat. Dengan
demikian, menurut beliau, lembaga kemasyarakatan adalah sistem tata kelakuan
atau norma untuk memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa arti
social institution adalah bangunan social. Ia merupakan padanan dari istilah
Jerman, yaitu siziale gebilde. Terjemahan ini nampak jelas menggambarkan bentuk
dan struktur social institution.
Pengertian-pengertian social instiuction yang lain
yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, (1987: 179) adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Robert Mac Iver
dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau prosedur yang
telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok
kemasyarakatan.
2.
Howard Becker
mengartikan social institution dari sudut fungsinya. Menurutnya, ia merupakan
jaringan dari proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang
berfungsi meraih dan memelihara kebutuhan hidup mereka.
3.
Sumner melihat social
institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, social institution ialah
perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat
kekal yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masvarakat.
Dari paparan singkat mengenai pengertian institusi,
dapat disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian: pertama, sistem
norma yang mengandung arti pranata; dan kedua, bangunan.
Sebagai sebuah norma, institusi itu bersifat
mengikat. Ia merupakan aturan yang mengatur warga kelompok di masya¬rakat. Di
samping itu, ia pun merupakan pedoman dan tolok ukur untuk menilai dan
memperbandingkan dengan sesuatu.
Norma-norma yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, berubah sesuai keperluan dan kebutuhan manusia. Maka lahirlah,
umpamanya, kelompok norma kekerabatan yang menimbulkan institusi keluarga dan
institusi perkawinan; kelompok norma pendidikan yang melahirkan institusi pendidikan;
kelompok norma hukum melahirkan institusi hukum, seperti peradilan; dan
kelompok norma agama yang melahirkan institusi keagamaan.
Dilihat dari daya yang mengikatnya, secara
sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1. Tingkatan
cara (usage)
Usage menunjuk
pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan
mengikat norma usage adalah paling lemah dibandingkan ketiga tingkatan norma
lainnya.
2. Kebiasaan
(folkways)
Folkways
merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama; menggambarkan bahwa perbuatan itu disenangi banyak orang. Daya ikat norma
ini lebih kuat daripada norma usage, contohnya memberi hormat kepada yang lebih
tua. Tidak memberi hormat kepada yang lebih tua dianggap sebagai suatu
penyimpangan. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang
diakui dan diterima oleh masyarakat.
3. Tata
kelakuan (mores)
Apabila suatu
kebiasaan dianggap sebagai cara berperilaku, bahkan dianggap dan diterima
sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia
merupakan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat
daripada folkways dan usage.
4. Adat
istiadat (custom)
Norma tata
kelakuan (mores) yang terus-menerus dilakukan sehingga integrasinya menjadi
sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat
dan meningkat ke tahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang
melanggar custom akan menderita karena mendapat sanksi yang keras dari
masyarakat. (Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964: 61-2)[8]
d.
Fungsi
Dan Unsur- Unsur Institusi
Secara
umum, tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia,
seperti kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun
fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut.
1. Memberikan
pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan
sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
2. Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.
3. Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang
norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi institusi yang diungkapkan
di atas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian tingkah laku
suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat institusi-institusi
yang ada di masyarakat bersangkutan.
Menurut Mac Iver dan Charles H. Page, dalam bukunya
yang berjudul Society: an Introductory Analysis yang ditulis dan disadur oleh
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964: 78), elemen institusi itu ada
tiga.
1. Association
Association
merupakan wujud konkret dari institusi, ia bukan sistem nilai tetapi merupakan
bangunan dari sistem nilai. Ia adalah kelompok-kelompok kemasyarakatan. Sebagai
contoh, institut atau universitas merupakan institusi kemasya¬rakatan,
sedangkan Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Institut Agama Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga
adalah association.
2. Characteristic
institution
Characteristic
institution adalah sistem nilai atau norma ter¬tentu yang dipergunakan oleh
suatu associaton. Ia dijadikan landasan dan tolok ukur berperilaku oleh
masyarakat asosiasi yang bersangkutan. Tata perilaku dalam characteristic institution
mempunyai daya ikat yang kuat dan sanksi yang jelas bagi setiap jenis
pelanggaran.
3. Special
interest
Special interest adalah kebutuhan atau tujuan
tertentu, baik kebutuhan yang bersifat pribadi maupun asosiasi. Sebagai sebuah
gambaran ringkas, kita lihat contoh berikut ini: Keluarga merupakan asosiasi
yang di dalamnya terdiri atas beberapa anggota keluarga. Para anggota keluarga
terikat oleh aturan-aturan yang telah sama-sama disepakati. Aturan-aturan
tersebut dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka.[9]
e.
Institusi
Islam
Sistem
norma dalam agama Islam bersumber dari firman Allah Swt dan Sunnah Nabi
Muhammad Saw. Ia merupakan pedo¬man bertingkah laku masyarakat Muslim agar
mereka memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.
Daya
ikat norma dalam Islam tercermin dalam bentuk:
1. Mubah,
dalam terminologi ilmu Ushul Fikh, mubah tidak mempunyai daya ikat sehingga
perilaku mubah tidak mendapat sanksi.
2. Mandub,
mempunyai daya ikat yang agak kuat sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku
dalam kategori ini akan mendapat pahala.
3. Wujub
adalah perilaku yang harus dilakukan sehingga seseorang yang mengerjakan
perilaku wujub akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akan mendapat
sanksi.
4. Makruh,
makruh adalah tingkat norma yang memberikan sanksi kepada yang melanggarnya;
dan yang tidak melanggar tidak diberi pahala
5. Haram adalah norma yang memberikan sanksi yang
sangat berat kepada pelanggar.
Institusi
adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma Islam terdapat dalam akidah,
ibadah, muamalah, dan akhlak.
1. Norma
akidah tercermin dalam rukun iman vang enam.
2. Norma
ibadah tercermin dalam bersuci (thaharah), salat, zakat, puasa (shaum), dan
haji.
3. Norma
muamalah tercermin dalam hukum perdagangan, perserikatan, bank, asuransi,
nikah, waris, perceraian, hukum pidana, dan politik.
4. Norma
akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah Swt dan akhlak terhadap makhluk.
Norma-norma
dalam Islam yang merupakan characteristic institution, seperti yang disebutkan
di atas kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu
yang merupakan bangunan atau wujud konkret dari norma. Pembentukan asosiasi
dengan landasan norma oleh masyarakat Muslim merupakan upaya memenuhi kebutuhan
hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia
di dunia dan akhirat; karena institusi di dalam Islam adalah sistem norma yang
didasarkan pada ajaran Islam, dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan
umat Islam.[10]
Dari
paparan singkat di atas, dapat dikemukan beberapa contoh institusi dalam Islam
yang ada di Indonesia, seperti:[11]
1. Institusi
perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan
Agamanya, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara
tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan. Pernikahan juga tidak
hanya dianggap sebagai upacara rutinitas namuun mmemiliki nilai ibadah seorang
muslim menikah bukan semata-mata memenuhi kebutuhan seksual melainkan
beribadahh juga.
2. Institusi
pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah.
3. Institusi
ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Mu'amalah Indonesia (BMI), Baitul Mal
Watamwil (BMT).
4. Institusi
zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS).
zakat ini sebagai lembaga ekonomi dalam ioslam merupakan kaarakteristik khas
institusi dalam islam.
5. Institusi
dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Semua institusi
yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi segala kebutuhan masvarakat
Muslim, baik kebutuhan fisik maupun nonfisik.
6. Institusi
politik yang diasosiasikan menjadi partai politik yang berasaskan Islam,
seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan
Partai Umat Islam (PUI).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ritual
Dalam Persepektif Agama dikenal dengan ibadat, kebaktian, berdo’a atau
sembahyang. Dimana ritual tersebut mengandung prilaku tindakan dan tujuan.
Semua agama mengenal ritual dimana prilaku tindakan dalam pelaksanaanya dan
tujuannya berbeda-beda dan ada pula yang sama dengan cara yang berbeda-beda.
ritual dalam Pandangan islam yaitu suatu peribadahan yang didasarkan pada
Al-Quran dan as-sunnah seperti shalat,
puasa , dll. Dalam pandangan islampun dikenal ritual yang tidak didasarkan pada
Al-Quran dan as-sunnah seperti marhabaan. Islampun berpandangan bahwa suatu
ritual ada yang diwajibkan. Disunahkan, dan diharamkan. Dalam ritual tidak
terlepas dari cara dan sarana-sarana yang digunakan dalam mencapai tujuan
tersebut. Adapun dalam pelaksanaanya terdapat aturan-aturan sebagai pedoman dan
sebagai tolok ukur dalam peribadatan ritual baik aturan-aturan yang berdasarkan
islam dan aturan maasyaarakat.
B.
Saran
Pepatah
mengatakan tidak gading yang tak retak, apabila para pembaca merasa bahwa
makalah ritual dan institusi dalam islam
yang kami buat kurang sempurna kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.
Daftar Pustaka
Agus,
Bustanudin. 2005. Agama dalam kehidupan
manusia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Abd.
Hakim. Atang & Mubarok, Jaih. 2000. Metodologi Studi
Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Nata, Abuddin.2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sahrodi,jamali. 2007. Metodologi
Studi Islam. Bandung : Pustaka Setia
Rahmat,
M.Imadadun dkk. 2003. Islam Pribumi.
Jakarta : Erlangga
Assalamualaikum wrb...
BalasHapusSalam sejahtera bagi semua sahabat yang sempat membaca postingan ini. Perkenalkan nma sya Dinda dri Palu. Sebelumnya sya mau minta maaf karna sya langcang memposting pengalaman pribadi sya. Dulu sya hidup serba kekurangan sejak suami sya meninggal karna penyakit yg dideritanya. Sya punya 3 anak ,2 yg masih duduk dibangku sklah dasar yg msih butuh biaya sklah dan yg bungsu sakit2an butuh biaya pengobatan sedangkan penghasilan sya setiap hari tdak pernah menentu. Sya hanya tukang cuci keliling dan disamping itu sya jga biasa jdi buruh angkut dpasar . Sya sempat stress dan hampir bunuh diri tpi sya memikirkan nasib ank sya seandainya sya sudah tiada. Tpi disuatu hari ada seseorang yg sempat berbagi cerita sma sya tntg kesuksesannya berkat bantuan Ki abdullah tpi sya tdak masuk akal tpi setelah sya pikir2 sya coba memberanikan diri dan meminjam hp tman sya untuk menghubungi nmor aki tersebut dan setelah sya bicara dgn aki sya mengikuti saran yg aki berikan. Syukur Alhamdulillah sya bisa bangkit lgi dri keterpurukan. Anak sya bisa sklah smpai kejenjang yg lbih tinggi dan sya bisa membuka toko pakaian jadi yg terbilang ramai. Terima kasih aki berkat bantuannya sya bisa sukses bgini. Untuk kalian yg punya masalah dkehidupan sehari2nya jgn putus asa , semua masalah ada jlan keluarnya. Dan bagi yg ingin memcoba atau ada minat konsultasi dgn aki silahkan hubungi KI ABDULLAH dinomor 0823-3975-5544. Sumpah demi Allah ini nyata .