PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL
BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING (PEMECAHAN
MASALAH) DALAM POKOK BAHASAN PELUANG
PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 GARAWANGI KUNINGAN
Proposal
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah :
Metodolagi Penelitian Pendidikan
Jurusan : Tadris
Matematika Semester IV
Disusun Oleh:
Yayu Sri Umaroh H
NIM: 1410150121
Dosen Pengampu : Dra. Mumun Munawaroh
M.Si
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan salah satu komponen penting
yang berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan
juga merupakan agen perubahan, agen sosial kontrol dan pembaharuan. Zaman yang semakin berkembang dan
maju menuntut perubahan – perubahan pada sistem pendidikan. Kualitas dari
sistem pendidikan yang di terapkan di Indonesia akan mempengaruhi kemajuan dari bangsa itu sendiri, karena dengan
pendidikan yang berkualitas maka mutu luaran pendidikannya pun akan
berkualitas. Sistem pendidikan di Indonesia yang telah di rancang sedemikian
rupa demi terciptanya pendidikan yang berkualitas harusnya di dukung pula oleh
komponen – komponen penting yang ada di
dalamnya, yang memang sangat berpengaruh terhadap berjalan atau tidaknya sistem
pendidikan tersebut, diantaranya pendidik (guru, dosen), peserta didik, sarana
dan prasarana, dan lain – lain.
Berbicara tentang komponen pendidikan seperti
pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana dan hal – hal lainnya
mengingatkan kita bahwa komponen tersebut merupakan faktor yang sangat
berpengaruh sekali terhadap berjalan atau tidaknya, maju atau tidaknya suatu
pendidikan. Misalkan saja pendidik (guru)perananya sangat penting sekali karena
guru menentukan proses pembelajaran di suatu sekolah, pendidik (siswa) juga
merupakan faktor penting karena siswa tersebutlah yang nantinya akan menjadi subjek
dari pendidikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ngalim Purwanto (1986 : 106)
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan diantaranya kematangan, intelejensi
(kecerdasan), latihan dan ulangan, motivasi,
sifat-sifat pribadi seseorang, keadaan keluarga, guru dan cara mengajar, alat-alat pelajaran,motivasi sosial dan
lingkungan.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa peran guru, motivasi peserta didik, dan bagaimana proses
belajar mengajar itu terjadi merupakan hal yang penting dan perlu di perhatikan
demi tercapainya tujuan pendidikan. Lalu apakah saat ini baik guru, peserta
didik maupun proses belajar mengajar sudah berjalan sesuia dengan peranannya?
Pertanyaan tersebut rasanya panjang untuk di jawab,
hal kecil yang mungkin mampu menjawab sedikit dari pertanyaan tersebut adalah
dengan melihat apakah peserta didik memiliki motivasi untuk belajar yang tinggi
sehingga ia mampu bersaing dan menjadi peserta didik yang berkualitas yang
memang itu merupakan salah satu tujuan dari sistem pendidikan yang saat ini
diterapkan. Menurut Gray (Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses,
yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan
timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu. Sedangkan menurut Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan
bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek
dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku
(motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut
(motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends
of such behavior). McDonald (dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan motivasi
sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan
efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Menurut pengamatan Hilgard dan
Russell dalam buku Psikologi Pendidikan , ternyata tidak ada obat yang mujarab
untuk menyembuhkan segala “penyakit mental” yang didapati pada anak-anak yang
berada dalam lingkungan sekolah yang tidak cocok bagi mereka. Apabila terdapat
kesimpulan penelitian yang kiranya membantu guru, ternyata kemudian tidak
diketahui tentang prosedur yang pasti untuk memotivasi semua murid pada asetiap
saat (Wasty Soemanto, 1990: 189). Menciptakan
motivasi belajar siswa meruapakan hal kecil namun cukup sulit dilakukan, karena
saat ini siswa lebih senang saat ia tidak sedang berada di lingkungan formal
pendidikan seperti di Sekolah, berada dalam ruangan dan melakukan proses
pembelajaran, ataupun hal – hal lainnya yang memang berkaitan dengan sekolahnya.
Siswa lebih senang berada di luar, bermain, atau melakukan hal – hal lain yang
menurut mereka menyenangkan.
Bagaimana menciptakan motivasi siswa untuk senang
belajar dan nyaman melakukan pembelajaran di sekolah merupakan permasalahan
yang umum namun sampai saat ini masih dicari solusinya. Contoh permasalahan
kecil namun sangat berpengaruh dalam menciptakan motivasi belajar siswa di
sekolah adalah pelajaran dan metode pengajaran yang monoton yang di terapkan
yang membuat mereka merasa bingung, malas, bahkan tidak nyaman melakukan proses
pembelajaran.
Salah satu contohnya, pelajaran matematika,
pelajaran matematika merupakan pelajaran pokok yang memang akan siswa temui
dimanapun, baik SD, SMP, SMA, SMK bahkan sampai Perguruan Tinggi, tidak di
pungkiri pelajaran matematika ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak
adanya atau kurangnya motivasi belajar siswa dalam melakukan proses
pembelajaran di sekolah. Menurut Israni Hardini (2011: 159)
Matematika
merupakan ilmu yang Universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya fikir
manusia. Namun mmatematika dimata siswa saat ini seperti menjadi momok yang
menakutkan. Kebanyakan siswa berfikir bahwa pelajaran matematika itu sulit,
memusingkan yang pada akhirnya mereka pun malas untuk belajar, yang terjadi
adalah siswa justru mengantuk saat pelajarannya, jenuh bahkan tidak
memperhatikan guru yang sedang menyampaikan materi karena menurut mereka
memperhatikan atau tidak sama saja, mereka sulit untuk memahaminya.
Pelajaran matematika bagi siswa merupakan pelajaran
yang sulit tidak hanya di SMA Negeri 1 Garawangi yang akan di jadikan sebagai
tempat penelitian bahkan di sekolah-sekolah lain pun siswa beranggapan sama. Menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan, nyaman dan di senangi siswa menjadi tugas tersendiri bagi
pendidik (guru) untuk dapat menciptakan motivasi belajar siswa.
Menciptakan motivasi belajar pada siswa dapat dilakukan dengan melakukan
metode pembelajaran yang memang dapat memudahkan siswa dalam melakukan
pembelajaran, selain itu siswa juga dapat merasa nyaman mengikuti pembelajaran
karena mereka merasa tidak mengalami kesulitan dan akhirnya motivasi belajar
siswa kemudian dapat di tingkatkan dan kemudian berpengaruh pula pada hasil
belajar yang baik. Banyak metode pembelajaran yang sudah ada yang dapat
membantu proses pembelajaran terutama pelajaran matematika, salah satu
diantaranya adalah metode pembelajaran probelm solving atau pemecahan masalah.
Metode pembelajaran pemecahan masalah merupakan salah satu dari banyak metode
yang mungkin bisa di terapkan untuk dapat membantu berlangsungnya proses
pembelajaran. Namun apakah metode problem solving ini bisa di terapkan pada
pelajaran matematika sebagai efektivitas dalam meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar matematika?
Berdasarkan permasalahan yang sering dialami guru
saat berada di kelas dan memberikan materi matematika biasanya siswa merasa
bosan, jenuh, mengantuk , pusing, kesulitan menyerap dan memahami materi. Hal
tersebut kemudian mematikan semangat siswa untuk belajar. Dari hal tersebut
metode pembelajaran problem solving ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa terhadap pelajaran matematika, karena melalui metode problem
solving ini akan di tawarkan berbagai solusi yang dapat membantu memecahkan
masalah – masalah yang dialami siswa tersebut. Melalui berbagai tahapan –
tahapan dalam metode problem solving ini seperti menganalisis dahulu
permasalahan siswa dalam memahami materi, kemudian mengumpulkan hal-hal yang
bisa menudukung dalam pemecahan masalah tersebut sampai akhirnya dapat
menemukan solusinya. Melalui tahapan-tahapan yang di mulai dari hal terkecil
sampai menemukan solusinya yang merupakan metode pembelajaran solving ini di
harapkan akan membantu siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka
hadapi dalam belajar dan meningkatkan motivasi belajar siswa tersebut kemudian
akan meningkatkan hasil belajarnya.
Materi pelajaran matematika sangat banyak sekali,
namun penerapan metode problem solving ini di tujukan untuk memecahkan
permasalahan – permasalahan pada pelajaran matematika yang memang dianggap sulit,
cukup menantang dan menguji kreatifitas kita. Salah satu materi pelajaran
matematika yang memang tingkatannya cukup sulit adalah materi-materi yang siswa
pelajari saat SMA terutama saat duduk di kelas XI. Oleh karena itu peran guru
sangat di butuhkan untuk melakukan tindakan pada kelas tersebut untuk
menciptakan semangat belajar siswa lagi. Salah satu pelajaran matematika yang
dianggap cukup sulit pada kelas XI
adalah mengenai peluang. Hal ini juga dialami oleh siswa di sekolah SMA 1
Garawangi Kabupaten Kuningan, dari hasil pengamatan guru matematika mengalami
kesulitan dalam mengajarkan materi peluang ini karena selain antusias dari
siswanya yang kurang, siswa juga sulit memahami dan menyerap materi yang di
sampaikan, jangankan untuk mengembangkan materi tersebut untuk menyampaikan
materi initinya saja, siswa sulit menerimanya. Sehingga dari hal tersebut
timbulah ide untuk menerapkan metode pembelajaran problem solving ini unuk
meningkatkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa dapat menerima materi
dengan baik. Berdasarkan hal tesebut
maka guru dapat mencoba untuk melakukan tindakan untuk menerapkan proses
pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving, karena materi peluang
juga dirasa cukup menantang, dan dapat menguji kreatifitas dalam pemecahan
masalahnya. Dengan menerapkan metode problem solving ini guru diharapkan akan
mampu meningkatkan motivasi belajar siswa dan hasil belajar siswa pun dapat di
tingkatkan.
Penerapan metode problem solving ini kemudian akan
menjadi suatu tindakan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa terhadap pelajaran matematika pada pokok bahasan peluang kelas XI di SMA
1 Garawangi Kuningan. Penelitian
tindakan kelas ini kemudian diberi judul “PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL
BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING PADA POKOK BAHASAN
PELUANG SISWA KELAS XI SMA 1 GARAWANGI KUNINGAN”.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Identifikasi
Masalah
a.
Wilayah
Penelitian
Wilayah penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti ini berupa Penelitian Tindakan Kelas.
b.
Pendekatan
Penelitian
Pendekatan penelitian
ini dilakukan melalui pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif
c.
Jenis
masalah
Jenis masalah dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Siswa
umumnya mengalami kesulitan dalam memahami materi terutama pada mata pelajaran
matematika.
2. Adanya
kejenuhan pada siswa pada saat pembelajaran yang menyebabkan mereka tidak
bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran.
3. Kurangnya
motivasi siswa saat belajar matematika yang menyebabkan prestasi belajarnya pun
akhirnya menurun.
d.
Pembatasan
Masalah
Pembatasan masalah
dalam proposal ini adalah:
1. Proses
pembelajaran pada pelajaran matematika pada pokok bahasan peluang dengan metode
pembelajaran problem solving (pemecahan masalah)
2. Subjek
penelitian pada penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri
1 Jalaksana.
3. Motivasi
belajar siswa, atau motivasi disini merupakan bagaimana sikap , tanggapan dan
perubahan yang terjadi pada siswa pada mata pelajaran matematika.
4. Proses
pembelajaran problem solving (pemecahan masalah) yang dapat membantu siswa
dalam memahami mata pelajaran matematika.
e.
Pertanyaan
Penelitian :
1. Apakah
dengan penerapan metode pembelajaran problem solving pada pokok bahasan peluang
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika?
2. Apakah
model pembelajaran problem solving dapat membantu siswa memepermudah memahami
pelajaran matematika terutama pada pokok bahasan peluang?
3. Apakah
metode problem solving ini evektif untyk di terapkan pada palajaran matematika
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran matematika?
C.
Tindakan
yang akan dilakukan
Tindakan yang akan dilakukan,
berdasarkan permasalahan yang sedang dialami dan di kaji saat ini adalah
menerapkan metode pemecahaan masalah (problem solving) terhadap proses
pembelajaran matematika terutama pada pokok bahasan peluang.
Sebagai implementasi dari penerapan
metode tersebut akan dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas yang akan
dilakukan oleh guru matematika yang bersangkutan, yang akan di bantu oleh
peneliti dengan cara ikut mengamati proses pembelajaran yang berlangsung saat
diterapkannya metode pemecahan masalah ini.
D.
Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah
di kemukakan maka penulis merumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah :
“ penggunaan metode pembelajaran problem
solving dapat menjadikan pembelajaran matematika lebih efektif selain itu
probem solving ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa”.
E.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah
untuk meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar siswa pada pelajaran
matematika.
2. Meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika dengan di
terapkannya metode pembelajaran dengan pemecahan masalah (problem solving.
3. Mengetahui
pengajaran yang efektif untuk mengajarkan materi peluang pada siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Garawangi.
Manfaat dari penelitian
yang dilakukan adalah :
1.
Bagi
sekolah
a. Hasil
dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan bantuan kepada sekolah dalam
memperbaiki sistem pembelajaran disekolah.
b. Diperoleh
panduan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan problem solving yang selanjutnya
diharapkan dapat di pakai untuk pelajaran-pelajaran lain baik di SMA Negeri 1
Garawangi atau di SMP- SMP lainnya.
2.
Bagi
Guru
a. Dengan
adanya penelitian tindakan kelas ini guru dapat mengetahui tindakan apa yang
harus dilakukan baik itu dengan merubah metode pembelajarn maupun merubah
strategi belajar demi perbaikan prestasi belajar siswa dan tujuan yang hendak
di capai dapat tercapai.
b. Sebagai
bahan untuk evaluasi guru terhadap metode-metode pembelajaran yang dipakai
dalam proses belajar mengajar.
c. Untuk
melatih guru melakukan penelitian – penelitian tindakan kelas yang dapat
dilakukan untuk perbaikan proses pembelajaran maupun prestasi belajara dari
siswanya.
d. Membantu
mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan membuat siswa faham
tentang apa yang di ajarkan dengan penggunaan metode pembelajaran problem
solving.
3.
Bagi
Siswa
a. Sebagai
salah satu cara dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.
b. Dengan
motivasi belajar yang tinggi maka akan meningkatkan kemampuan dan prestasi
belajar siswa.
c. Mempermudah
siswa dalam memahami dam memecahkan masalah dalam pelajaran matematika.
d. Menghilanggkan
pencintraan bahwa matematika itu sulit dan menjenuhkan, justru setelah
penerapan metode problem solving ini matematika ini menjadi mudah dipahami.
F.
Ruang
Lingkup Penelitian
Pada
penelitian tindakan kelas ini agar penelitian dapat lebih terfokus maka ruang
lingkup dalam penelitiannya akan di jelaskan sebagai berikut:
1. Penelitian
ini berbentuk penelitian tindakan kelas yang akan lebih di fokuskan pada proses
pembelajaran di kelas.
2. Penggunaan
metode pembelajaran dengan metode problem solving menjadi fokus penelitian.
3. Subjek
dari penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Garawangi kabupaten
Kuningan
4. Pokok
bahasan yang akan menjadi bahan penelitian untuk menerapkan metode problem
solving ini adalah pokok bahasan peluang, hal tersebut dikarenakan pada pokok
bahasan peluang banyak anak yang mengalami kesulitan untuk memahaminya.
5. Motivasi
dan hasil belajar siswa menjadi hal yang akan di jadikan pengukuran terhadap penelitian tersebut.
BAB II
KERANGKA TEORI
DAN KERANGKA BERFIKIR
A.
Kerangka
Teori
1.
Definisi,
Proses dan Fase dalam Belajar
Menurut Morgan dalam buku Introduction to Psychology (1987), yang dikutip oleh M. Ngalim
Purwanto (1986 :85) belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dan
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Sedangkan menurut Witherington dalam buku Educational
Psychologi mengemukakan “belajar
adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu
pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian,
atau suatu pengertian.
Menurut Muhibin Syah (1995 : 94)
Perubahan dan kemampuan untuk merubah merupakan batasan dan makna yang
terkandung dalam belajar. Karena kemampuan barunahlah, manusia terbebas dari
kemandegan fungsinya sebagai khalifah di bumi. Selain itu, dengan kemampuan
berubah melalui belajar itu, manusia secara bebas dapat mengeksplorasi,
memilih, dan menetapkan keputusan – keputusan penting untuk kehidupannya. Dalam buku strategi belajar terpadu ( Israni
Hardini :2011) belajar pada dasarnya berbicara tentang tingkah laku seseorang
berubah sebagai akibat pengalaman yang berasal dari lingkungan.
Dari beberapa definisi belajar diatas
dapat disimpulkan bahwa be;ajar merupakan suatu proses berfikir, perubahan baik
sikap, tingkah laku yang dapat membentuk suatu pengetahuan, kebiasaan
kepandaian ataupun akan memmbentuk suatu pengalaman. Belajar sangatlah penting,
setiap manusia perlu dan harus belajar karena
manusia sebagai khalifah dimuka bumi mempunyai kewajiban untuk dapat mengembangkan,
mengolah, membangun dan mengeksplorasi dunia ini. Tanpa belajar semua itu
mustahil , manusia tidak akan memiliki dan tidak dapat melakukan apapun tanpa
belajar.
Proses belajar dalam psykologi merupakan
cara – cara atau langkah – langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan di
timbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber : 1988). Menurut
Muhibin Syah (1995:111) Proses belajar
dapat diartikan sebagai tahapan perubahan prilaku kognitif, afektif, dan
psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif
dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan yang
sebelumnya.
Adapun tahapan – tahapan dalam proses
belajar menurut Jerome S. Bruner, yang dikutip oleh Muhibin syah (1995:112)
proses pembelajaran siswa meliputi tiga fase diantaranya :
a. Fase
informasi (tahap penerimaan materi)
b. Fase
Transformasi ( tahap pengubahan materi)
c. Fase
Evaluasi (tahap penilaian materi)
Fase
informasi, diantara informasi yang diperoleh ada
yang sama sekali baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah,
memperluas dan memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
Fase
transformasi, informasi yang telah diperoleh dianalisis,
diubah dan di transformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual
supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas
Fase
evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh
manakah pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan tadi) dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang
dihadapi.
Menurut Witting (1981) dalam bukunya Psychologi of Learning, setiap proses
belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan :
a. Acquasition (tahap
perolehan / penerimaan informasi)
b. Storage
( tahap penyimpanan informasi)
c. Retrieval
(tahap mendapatkan kembali informasi )
Pada tahapan acquastion seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus
dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan prilaku
yang baru.
Pada tingkatan storage, seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses
penyimapanan pemahaman dan prilaku baru yang ia peroleh ketika menajani proses acquasition.
Pada tingkatan retriefal seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi – fungsi
sistem memorinya, misalkan ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan
masalah.
Selain dari yang telah di jelaskan
diatas mengenai definisi belajar, proses belajar dan tahapan – tahapan belajar,
ada beberapa hal yang mempengaruhi belajar menurut Muhibbin Syah (1995 : 132)
secara global, faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat di bedakan nmenjadi
tiga macam, yaitu :
1. Faktor
internal (faktor dari dalam diri siswa)
2. Faktor
eksternal (faktor dari luar siswa)
3. Faktor
pendekatan belajar
Faktor
internal (faktor dalam diri siswa) merupakan keadaan /
kondisi jasmani dan rohani siswa. Pada faktor internal ini di bagi lagi kedalam
dua aspek yaitu psikologis dan aspek fisiologis. Aspek psikologis merupakan
aspek yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa
yang meliputi intelegensi, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi
siswa. Sedangkan aspek fisiologis yaitu
aspek yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti
pelajaran.
Faktor
Eksternal siswa, pada faktor eksternal siswa meliputi
dua macam yaitu faktor dari lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial
yang keduanya sama – sama mempunyai pengaruh yang besar terhadap diri siswa.
Faktor
pendekatan belajar, pada pendekatan belajar ini meliputi
strategi, metode dan segala hal yang berhuibungan dengan proses pembelajaran.
Pendekatan belajar ini merupakan suatu cara atau strategi yang di gunakan siswa
dalam menunjang efektifitas dan efisisensi proses pembelajaran tertentu.
Dari beberapa penjelasan mulai dari
definisi, proses belajar, fase – fase belajar, dan faktor yang mempengaruhi
belajar, dapat di ambil kesimpulan bahwa belajar merupakan serangkaian proses
yang dapat merubah baik tingkah laku, pengertia, pemahaman, dan pengetahuan
kita. Komponen – komponen belajar pun penting dalam berlangsungnya belajar
tersebut agar hasil dari belajar itu sesuai dengan apa yang di harapkan.
2.
Mengajar
Menurut Tyson
dan Caroll (1970) yang dikutip dari
Muhibbin ( 1995 :183) mengajar ialah “a way working student.. a process of
interaction... the teacher do something to student ; the student do something
in return”. Dari defini tersebut
tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan proses hubungan timbal balik antara
siswa dan guru yang sama – sama aktif melakukan kegiatan. Sehubungan dengan
definisi tersebut Tyson dan Caroll menetapkan sebuah syarat, yakni apabila
interaksi antarpersonal (guru dan siswa) di dalam kelas terjadi dengan baik,
maka kegiatan belajar siswapun akan terjadi dengan baik. Sebaliknya, jika
interaksi siswa – guru buruk maka kegiatan belajar pun tidak akan terjadi. Sedangkan menurut Tardif (1989) mendefinisikan
mengajar secara lebih sederhana tetapi
cukup komperhensif dan menyatakan bahwa mengajar itu pada prinsipnya adalah “.. any action performed by any individual
(the teacher) with theintentation of facilitating learning in another
individual (the learner).” Artinya, mengajar adalah perbuatan yang
dilakukan seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan membantu atau memudahkan
orang lain (dalam hal ini siswa) melakukan kegiatan belajar.
Menurut Biggs (1991) dikutip oleh
muhibbin (1995:182), membagi konsep mengajar dalam tiga pengertian :
1. Pengertian
Kuantitatif (yang menyangkut jumlah pengetahuan yang diajarkan).
2. Pengertian
Institusional (yang menyangkut kelembagaan / sekolah).
3. Pengertian
kualitatif (yang menyangkut mutu hasil yang ideal).
Dalam pengertian kuantitatif , guru
hanya perlu menguasai bidang studynya dan menyampaikan kepada siswa dengan
sebaik – baiknya. Pengertian Institusional, mengajar berarti the efficient orchestrtion of teaching
skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara
efisien. Selanjutnya untuk pengertian kualitatif, mengajar berarti the facilitation learning yakni upaya membantu memudahkan kegiatan
belajar siswa. Dalam hal ini, guru berinteraksi sedemikian rupa dengan siswa
sesuai dengan konsep kualitatif, yakni agar siswa belajar dalam arti membentuk
makna dan pemahamannya sendiri. Jadi, guru tidak menjejalkan pengetahuan kepada
murid, tetapi melibatkannya dalam aktifitas belajar yang efisisen dan efektif.
Dari beberapa pendapat mengenai mengajar
menurut para ahli , semuanya mengandung inti yang sama dimana mengajar
merupakan disini tugas guru bukan hanya untuk menjejali, menjelaskan materi
kepada siswanya saja, tapi bagaimana mengelola kelas dengan baik sehingga
terjadi interaksi yang baik antara guru dan siswa selain itu proses atau
kegiatan belajar dapat berlangsung.
Selaku pengelola kegiatan siswa, guru
diaharapkan mampu membimbing, membantu dan mengayomi siswa dengan sabar. Tidak
hanya saat berada dalam ruangan kelas tapi peran guru juga sangat berpengaruh
saat siswa di luar kelas.
Jadi dari pengertian – pengertian diatas
mengajar bukan berarti seluruh kegiatan dalam kelas didominasi oleh guru, tapi
mengajar yang baik adalah saat terjadi interaksi antara guru dan siswa yang
dapat menghidupkan suasana kelas.
3.
Strategi
dan metode belajar mengajar
Strategi dalam kamus besar bahasa
indonesia diartika sebagai ilmu dan seni dengan menggunakan semua sumber daya
bangsa-bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu dalam perang dan damai.
Sedangkan menurut Israni dalam bukunya Strategi pembelajaran terpadu menyatakan
bahwa strategi adalah suatu garis – garis besar haluan untuk bertindak dalam
usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Berkaitan dengan belajar mengajar
strategi diartikan sebagai pola – pola umum kegiatan guru anak didik dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah di
gariskan.
Ada 4 strategi belajar mengajar menurut Djamarah Aswan Zain,
2010 : 5-6)
1. Mengidentifikasi
serta menerapkan sfesifikasi dan mjualifikasi perubahan tingkah laku dan
kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih
sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup
masyarakat.
3. Memilih
dan menetapkan prosedur, metode dan tekhnik belajar mengajar yang dianggap
paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam
menuanaikan kegiatan mengajarnya,
4. Menetapkan
norma –norma dan batas keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan
sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil
kegiatan belajar mengajar selanjutnya akan dijadikan umpan balik untuk
penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Metode belajar mengajar berbeda dengan
strategi, metode belajar mengajar merupakan suatu cara kerja yabg bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan kegiatan yang
ditentukan. Sebagai seorang guru mengetahui metode-metode pembelajaran
sangatlah penting karena hal tersebut dapat membantu guru dalam berlangsungnya
proses belajar mengajar tersebut.
4.
Pelajaran
Matematika
Dalam buku Strategi pembelajaran terpadu
(israni :2011) mata pelajaran Matematika perlu di berikan kepada semua peserta
didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berfikir logis analitis, sistemati, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetisis tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan
hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan
fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan
solusi tumggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan
berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Hampir sama dengan pendapat yang di
ungkapkan oleh Cornelius (1982), ia mengungkapkan tentang alasan perlunya siswa
belajar matematika diantaranya:
1. Sarana
berfikir yang jelas dan logis.
2. Sarana
untuk memecahkan masalah sehari-hari.
3. Sarana
mengenal pola – pola hubungan dan generalisasi pengalaman.
4. Sarana
untuk mengembangkan kreatifitas.
5. Sarana
untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Dengan demikian, dalam proses
pembelajaran matematika, guru perlu mempersiapkan strategi. Strategi
pembelajaran merupakan cara yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Hal ini berkaitan
dengan bagaimana menyampaikan isis pelajaran. (israni, dkk :2011).
5.
Metode Pembelajaran Problem Solving (Pemecahan
Masalah)
Metode problem solving (pemecahan
masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, melainkan juga merupakan suatu
metode berfikir. Dalam metode problem solving dapat menggunakan metode-metode
lainnya seperti mencari data sampai pada menarik kesimpulan. (Isriani,
dkk,2011:37).
Menurut israni dalam bukunya Strategi
Pembelajaran Terpadu (2011:39). Langkah – langkah metode problem solving adalah
sebagai berikut:
1. Adanya
masalah yang jelas untuk dipecahkan
2. Mencari
data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
3. Menetapkan
jawaban sementara dari masalah tersebut.
4. Menguji
kebenaran jawaban sementara dari jawaban tersebut.
5. Menarik
kesimpulan.
Pemecahan masalah dipandang sebagai
suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat
diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak
sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang dikuasai melalui
kegiatan – kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan
proses mendapatkan aturan pada tingkat yang lebih tinggi.
·
Taksonomi Pemecahan Masalah
Menurut Wankat Dan Oreovocz yang dikutip
Oleh Israni (2011:87) mengklasifikasikan lima tingkat taksonomi pemecahan
masalah, yaitu:
1. Rutin:
tindakan rutin atau Algoritmatik yang dilakukan tanpa membuat suatu keputusan.
2. Diagnostik
: pemecahan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin.
3. Strategi
: pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah.
4. Interpretasi
: kegiatan pemecahan masalah yang seseungguhnya, karena melibatkan kegiatan
mereduksi.
5. Generalisasi
: pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan maslah – masalah
yang baru.
Solso
mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah.
1. Identifikasi
masalah ( identification the problem)
2. Representasi
permasalahan ( representation of the problem)
3. Perencanaan
pemecahan ( planing the solution)
4. Menetapkan
/ mengimplementasikan perencanaan ( execute the plant)
5. Menilai
perencanaan ( evaluate the plan)
6. Menilai
hasil pemecahan (evaluate the solution) .
Untuk strategi dari pemecahan masalahnya
menurut wankat dan Oreovocz:
1. Tahap
Pembelajaran : saya mampu / bisa
a. Kegiatan
guru : membangkitkan motivasi dan mengembangkan keyakinan diri seiswa.
b. Kegiatan
siswa : menumbuhkembangkan motivasi belajar dan keyakinan diri dalam
menyelesaikan permasalahan.
2. Tahap
pembelajaran : mendefinisikan
a. Kegiatan
guru : membimbing membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui dalam
suatu permasalahan.
b. Kegiatan
siswa : menganalisis dan membuat daftar atau hal yang diketahui dan tidak
diketahui dalam suatu permasalahan.
3. Tahap
pembelajaran : mengeksplorasi
a. Kegiatan
guru : merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan – pertanyaan dan membimbing
untuk menganalisis dimensi – dimensi permasalah yang di hadapi.
b. Kegiatan
siswa : mengajukan pertanyaan – pertanyaan lebih dalam terhadap permasalahan –
permasalahan yang di bahas.
4. Tahap
pembelajaran : merencanakan
a. Kegiatan
guru : membimbing mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk menganalisi
masalah.
b. Kegiatan
siswa : berlatih mengembangkan cara berfikir logis untuk menganalisi masalah
yang di hadapi.
5. Tahap
pembelajaran : mengerjakan
a. Kegiatan
guru : membimbing siswa secara sistematis untuk memperkirakan jawaban yang
mungkin untuk memecahkan masalah yang di hadapi.
b. Kegiatan
siswa : mencari berbagai alternatif pemecahan masalah.
6. Tahap
pembelajaran : mengoreksi kembali.
a. Kegiatan
guru : membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang di buat.
b. Kegiatan
siswa : mengecek tingkat kebenaran yang ada.
7. Tahap
pembelajaran : generalisasi
a. Kegiatan
guru : membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan.
b. Kegiatan
siswa : memilih/ menentukan jaawaban yang paling tepat.
Selain
dari pengertian dan bagaimana metode pemecahan masalah menurut para ahli,
karakteristik metode pemecahan masalah juga sangat penting untuk dapat
mengetahui bagaimana pemechan masalah itu dapat dilakukan.
Menurut
W.gulo dalam bukunya Strategi Bleajar Mengajar (2005: 113) penyelesaian masalah
dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1. Penyelesaian
masalah dengan berbagai pengalaman masa lampau. Biasanya cara-cara ini
digunakan pada masalah – masalah yang muncul secara berkala yang hanya berbeda
dalam bentuk penampilannya.
2. Penyelesaian
masalah secara intuitif. Masalah diselesaikan tidak berdasarkan akal tetapi
berdasarkan institusi atau firasat .
3. Penyelesaian
masalah dengan cara trivial dan eror. Penyelesaian masalah dilakukan dengan
cara coba – coba sehingga akhirnya di temukan penyelesaian yang tepat.
4. Penyelesaian
masalah secara otoritas. Penyelesaian masalah berdasarkan kewenangan seseorang.
5. Penyelesaian
masalah secara metafisik.
6. Penyelesaian
masalah secara ilmuiah.
Problem
Solving (pemecahan masalah) terdapat dalam berbagai bidang ilmu menurut Branca
yang dikutip oleh Krulik S & Reys (1980:3) problem solving dalam matematika
memilki ke khasan tersendiri. Secara garis besar terdapat tiga macam
interpretasi istilah problem solving dalam pelajaran matematika (1) problem
solving sebagai tujuan, (2) problem solving sebagai proses dan (3) problem
solving sebagai keterampilan dasar
1. problem
solving sebagai tujuan
Bila
problem solving dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia tidak tergantung
pada soal atau masalah yang khusus, prosedur dan metode, dan juga isi
matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran
tentang bagaimana menyelesaikan masalah meruapakan alasan utama belajar
matematika.
2. problem
solving sebagai proses
pengertian
lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis. Masalah
proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini sering
menjadi fokus dalam kurikulum matematika.
3. Problem solving sebagai
keterampilan dasar
Terakhir,
problem solving sebagai
keterampilan dasar (basic skill).
Pengertian problem solving sebagai
keterampilan dasar lebih dari sekedar menjawab tentang pertanyaan: apa itu problem solving?
Ada
banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika. Beberapa yang
dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, keterampilan
aritmetika,keterampilan logika, keterampilan “matematika”, dan lainnya. Satu
lagi yang baik secara implisit maupun eksplisit sering diungkapkan adalah
keterampilan problem solving.
Ada
empat tahap pokok atau penting dalam memecahkan masalah yang sudah
diterima luas,
dan ini bersumber dari buku George Polya tahun 1945 berjudul “How to Solve It”.
Keempat langkah tersebut adalah:
a)
Memahami
soal/masalah - selengkap mungkin.
Untuk dapat
melakukan tahap 1 dengan baik, maka perlu latihan untuk memahami
masalah baik
berupa soal cerita maupun soal non-cerita, terutama dalam hal:
1). apa saja
pertanyaannya, dapatkah pertanyaannya disederhanakan,
2). apa saja
data yang dipunyai dari soal/masalah, pilih data-data yang relevan,
3).
hubungan-hubungan apa dari data-data yang ada.
b) Memilih
rencana penyelesaian – dari beberapa alternatif yang mungkin.
Untuk dapat
melakukan tahap 2 dengan baik, maka perlu keterampilan dan
pemahaman
tentang berbagai strategi pemecahan masalah (ini akan di bahas lebih
lanjut pada bagian
tersendiri).
c) Menerapkan
rencana tadi – dengan tepat, cermat dan benar.
Untuk dapat
melakukan tahap 3 dengan baik, maka perlu dilatih mengenai:
1). Keterampilan
berhitung,
2). Keterampilan memanipulasi aljabar,
3). Membuat penjelasan (explanation) dan argumentasi (reasoning).
d) Memeriksa
jawaban – apakah sudah benar, lengkap, jelas dan argumentatif
(beralasan).
Untuk dapat
melakukan tahap 4 dengan baik, maka perlu latihan mengenai:
1). memeriksa
penyelesaian/jawaban (mengetes atau mengujicoba jawaban),
2). memeriksa
apakah jawaban yang diperolah masuk akal,
3). memeriksa
pekerjaan, adakah yang perhitungan atau analisis yang salah,
4).
memeriksa pekerjaan, adakah yang kurang lengkap atau kurang jelas.
6. Hasil Belajar Matematika
Andi Hakim Nasution (1982:12 ) mengemukakan bahwa dengan
menguasai matematika orang akan belajar menambah kepandaiannya.
Sementara itu Nana Sudjana (1995:22 ) mengemukakan bahwa
hasil belajar matematika adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia memperoleh pengalaman belajarnya. Gagne ( 1977:47) mengelompokkan hasil
belajar menjadi lima bagian dalam bentuk kapabilitas yakni ketrampilan
intelektual strategi kognitif , informasi verbal , ketrampilan motorik dan
sikap.
Gagne
dan Briggs (1978:49) menerangkan bahwa hasil belajar yang berkaitan dengan lima
kategori tersebut adalah : (1) ketrampilan intelektual adalah kecakapan yang
berkenaan dengan pengetahuan prosedural yang terdiri atas deskriminasi jamak,
konsep konkret dan terdefinisi kaidah serta prinsip, (2) strategi kognitif
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah–masalah baru dengan jalan mengatur
proses internal masing – masing individu dalam memperlihatkan, mengingat dan
berfikir, (3) informasi verbal adalah kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu
dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi –informasi yang relevan, (4)
ketrampilan motorik adalah kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
gerakan–gerakan yang berhubungan dengan otot, (5) sikap merupakan kemampuan
internal yang berperan dalam mengambil tindakan untuk menerima atau menolak
berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
7. Hubungan antara model
pembelajaran problem solving dengan Hasil belajar dan Motivasi belajar
Hasil
belajar merupakan suatu alat ukur untuk mengetahui apakah selama proses belajar
tersebut berjalan dengan baik atau tidak, tercapai atau tidaknya tujuan ddalam
belajar dapat dilihat dari hasil belajarnya, jika hasil belajar sesuai dengan
yang di harapkan maka tujuan pembelajaran tercapai jika tidak maka mungkin
tujuan dari pembelajaran belum tercapai. Dengan adanay motivasi yang tinggi
dalam belajar akan membantu berlangsungnya proses pembelajaran, yang nantinya
akan berdampak pada hasil belajar pula. Menciptakan motivasi belajar pada diri
siswa saat pembelajaran bisa saja terjadi dengan menciptakan suasana yang
nyaman saat pembelajaran atau siswa dapat mengikuti pembelajaran tanpa ia
merasa jenuh, bosan atau tidak faham dengan materi yang di sampaikan.
Sebagai seorang guru, tentunya
mengetahui metode – metode pembelajaran di sekolah sangatlah penting. Tanpa
mengetahui metode – metode pembelajaran, jangan harap proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, untuk mendorong
keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, guru seharusnya mengerti akan
fungsi dan langkah – langkah pelaksanaan metode mengajar.
Matematika merupakan pelajaran yang
dianggap siswa cukup sulit oleh karena itu dalam proses pembelajaran perluu di
terapkan metode pembelajaran yang memang tepat. Metode pembelajaran pemecahan
masalah bukan hanya sekedar metode pembelajaran tetapi juga merupakan metode
berfikir.dalam metode problem solving ini juga dapat menggunakan metode –
metode lain dimulai dari mencari data sampai pada mendapat kesimpulan.
(isriani, dkk, 2011:37)
Melalui penerapan metode
pembelajaran solving ini pembelajaran yang berlangsung dapat melatih siswa
untuk berfikir kritis, model problem solving yang menawarkan langkah – langkah
dalam menyelesaikan permasalahan akan membantu mengurangi maslah kejenuhan
siswa dalam belajar, pemahaman akan materi yang disampaikan pun akan mudah di
pahami dengan mengidentifikasi permasalahan sampai akhirnya menemukan solusi.
Pemahaman siswa yang baik pada saat proses pembelajaran akan membantu
menjadikan hasil belajar siswa baik dan sesuai yang di harapkan.
B.
Kerangka
Berfikir
Proses
pembelajaran merupakan hal yang penting dalam keberhasilan suatu pendidikan. Proses belajar yang baik maka
hasil belajarnya pun akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Proses belajar
mengajar akan berlangsung dengan baik dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
faktor dari gurunya, muridnya dan juga proses pembelajarannya.
Pelajaran
yang sering siswa anggap sulit salah satunya adalah pelajaran matematika.
Pelajaran ini dianggap sulit karena kebanyakan siswa tidak memahami akan materi
yang di sampaikan ataupu karena metode yang dipakai pada saat proses belajar
tidak menarik. Oleh karena itu dipandang perlu menetapkan metode pembelajaran
yang dapat membantu siswa memahami materi yang disampaikan.
Menurut
W. Gulo (2005:8), komponen – komponen yang dapat menciptakan proses
pembelajaran yang terarah adalah :
1. Tujuan
pengajaran. Acuan yang dipertimbangkan untuk memilih strategi belajar mengajar.
2. Guru.
Salah satu kewajibannya adalah mengajar yang merupakan usaha untuk menciptakan
sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar itu secara
optimal.
3. Peserta
didik. Peserta didik merupakan faktor yang menjadi pertimbangan dalam penerapan
strategi belajar mengajar.
4. Materi
pelajaran. Merupakan faktor yang juga di pertimbangkan untuk strategi belajar
mengajar.
5. Metode
pengajaran. Materi pengajaran akan membantu proses pembelajaran yang
berlangsung.
6. Media
pembelajaran.
7. Faktor
administrasi dan fininsial.
Baik dari guru, peserta didik, metode
pembelajaran semuanya saling berinteraksi. Disini guru sebagai pendidik yang
juga berperan mengajar, harus dapat memilih sebaik mungkin metode apa yang
akanditerapkan demi keberhasilan proses belajar mengajar.
Salah satu metode pelajaran yang sesuai
untuk membantu siswa memahami pelajaran matematika adalah problem solving
karena melalui metode problem solving ini ada tahapan – tahapan yang memudahkan
guru dalam menyampaikan materi juga membantu siswa dalam memahami materi
pembelajaran tahapan – tahapan tersebut diantaranya mengidentifikasi masalah,
mengumpulkan fakta – fakta yang mendukung dalam tahap pencarian solusi
nantinya, mencari hal-hal yang berhubungan dengan apa yang akan di cari atau
yang ditanyakan sampai pada akhirnya mencari solusi. Dengan menerapkan tahapan
problem solving ini siswa akan tertantang untuk berfikir kritis namun tidak mempersulit
siswa dalam memahami materi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Setting
dan Karakteristik Penelitian
· Setting Penelitian
1.
Tempat
Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan dengan mengambil lokasi di SMA Negeri 1 Garawangi kabupaten
Kuningan dengan pertimbangan (1) SMA Negeri 1 Garawangi merupakan salah satu
SMA di Kabupaten Kuningan yang memang pada pelajaran matematika di SMA tersebut
belum pernah mencoba menerapkan metode pembelajaran problem solving, pengajaran
yang selama ini dipakai hanya pembelajaran dengan metode ceramah atau pemberian
tugas. (2) pengajar matematika khususnya di SMAN 1 Garawangi mengalami
kesulitan dalam menyampaikan materi pelajaran dikarenakan siswa banyak yang
kurang faham tentang materi yang di ajarkan yang berdampak pada hasil belajar
yang tidak sesuai.
2.
Waktu
Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan
oleh guru matematika yang bersangkutan saat pembelajaran peluang berlangsung,
selama satu semester.
3.
Subjek
Penelitian
Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini
adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Garawangi kabupaten Kuningan.
Pengambilan subjek tersebut didasarkan pada kondisi kelas yang mungkin dapat
mewakili kelas-kelas lain secara keseluruhan, selain itu di sesuaikan dengan
materi yang kebanayakan dianggap sulit pada waktu SMA.
4.
Lama
Tindakan
Penelitian ini akan dilakukan selama
satu semester mulai dari bulan Juni melalui 3 siklus yaitu siklus I , siklus II
dan siklus III.
5.
Teknik
dan Alat Pengumpul Data
Pada teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti
akan melakukan teknik pengumpulan data berupa tes dan nontes.
1. Teknik
pengumpulan data
· Tes
Tes
yaitu serentetan pertanyaan atau latihan alat yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki individu atau
kelompok (Suharsimi Arikunto, 2003:32). Pada teknik pengumpulan data tes yang
akan di gunakan berupa tes pilihan ganda dan esay. Tes ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana pemahaman atau penguasaan materi siswa tentang peluang
(pokok bahasan yang menjadi bahan penelitian). Dengan tes tertulis ini
diharapkan mampu mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi
yang disampaikan baik sebelum metode problem solving diterapkan ataupun
sesudahnya.
·
Non tes
Pada
tekhnik pengumpulan data non tes peneliti bermaksud untuk mengetahui seberapa
besar motivasi siswa sebelum pada pelajaran matematika sebelu diterapkannya
metode problem solving ini dan setelah di terapkannya metode problem solving.
2. Alat
Pengumpul data
Pada penelitian tindakan kelas ini
penggunaan alat pengumpul data disesuaikan dengan teknik yang akan dilakukan
pada pengumpulan data. Pada teknik pengumpulan data dengan tes baik yang berupa
esay maupun berupa pilihan ganda di gunakan alat pengumpul data berupa tes
tertulis, sedangkan alat pengumpul data yang berupa non tes akan menggunakan
angket.
· Tes
Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa tes ini digunakan untuk mengukur sejauhmana
penguasaan materi siswa dalam mata pelajaran yang bersangkutan (sedang
diteliti) yaitu materi peluang dan tes yang akan di gunakan berupa pilihan
ganda dan uraian.
·
Nontes
Non tes yang akan
digunakan disini berupa angket. Menurut Sangadji (2010:151) angket adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Angket disini digunakan untuk mengukur tingkat motivasi siswa.
6.
Validasi
Data
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetaghui metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang disampaikan,selain itu dengan metode yang di
gunakan akan membuat siswa aktif saat pembelajaran. Sebagai alat pengukuran
dalam penelitian berdasarkan masalah tersebut menggunakan alat pengumpulan data
yang berupa tes dan non tes. Alat pengumpulan datanya pun telah benar-benar
dapat dipertanggung jawabkan kevalidannya.
7.
Indikator
Keberhasilan
Penelitian
tindakan kelas ini dapat dikatakan berhasil apabila:
1. Penguasaan
materi peluang dapat dikuasai oleh siswa dengan baik.
2. Metode
pembelajaran problem solving merupakan metode yang efektif dalam mengajarkan
materi peluang hal ini dapat dilihat melalui hasil pembelajaran dan motivasi
belajar siswa yang meningkat.
·
Karakteristik
Penelitian
Penelitian
yang akan dilakukan adalah berupa penelitian Tindakan Kelas (Classroom action Research). Berikut
akan sedikit di jelaskan mengenai konsep dari penelitian tindakan kelas (PTK)
1. Pengertian
PTK
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom action Research merupakan suatu model
penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan pertama
kali dikembangkan oleh Kurt dan Lewin pada tahun 1946. Sejalan dengan
pengertian diatas, Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari penelitian tindakan
yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial
(termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja
mereka serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut. Definisi
tersebut diperjelas oleh pendapat Kemmis dalam Kardi (2000) yang menyatakan
bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki
praktik pendidikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri
dan merefleksikannya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau
bisa disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik
dengan tujuan memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh
yang sebenarnya dalam situasi tersebut.
2. Tujuan
PTK
PENELITIAN
Tindakan Kelas (PTK) antara lain bertujuan untuk memperbaiki dan/atau
meningkatkan praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya
melekat penuaian misi profesional kependidikan yang diemban oleh guru. Dengan
kata lain, tujuan utama PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan
profesional guru. Di samping itu, sebagai tujuan penyerta PTK adalah untuk
meningkatkan budaya meneliti bagi guru guna memperbaiki kinerja di kelasnya
sendiri.
3. Manfaat
PTK
Dengan
bertumbuhnya budaya meneliti yang merupakan dampak bawaan dari pelaksanaan PTK
secara berkesinambungan, maka PTK bermanfaat sebagai inovasi pendidikan karena
guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara
mandiri. Dengan kata lain, karena para guru semakin memiliki suatu kemandirian
yang ditopang oleh rasa percaya diri. Disamping itu PTK juga bermanfaat untuk
pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan profesionalisme guru.
4. Tahap-Tahap PTK
Penelitian
tindakan kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin (Kemmis dan MC
Taggar,1992) yaitu Planning (rencana), Action (tindakan), Observation
(pengamatan) dan Reflection (refleksi). Untuk lebih memperjelas mari kita
perhatikan tahapan-tahapan berikut:
1.
Planning (Rencana)
Rencana
merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu.
Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk
menerima efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini
kita dapat menguasai hambatan. Dengan perencanaan yang baik seorang praktisi
akan lebih muda untuk mengatasi kesulitan dan mendorong para praktisi tersebut
untuk bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari perencanaan,
partisipan harus bekerja sama dalam diskusi untuk membangun suatu kesamaan
bahasa dalam menganalisis dan memperbaiki pengertian maupun tindakan mereka
dalam situasi tertentu.
2.
Action (Tindakan)
Tindakan
ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa
suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki
atau menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat
dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam pelaiksanaan suatu model
pembelajaran yang hasilnya juga akan dipergunakan untuk penyempurnaan
pelaksanaan tugas.
3.
Observation (Pengamatan)
Pengamatan
ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang
diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar
dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat
menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan, hal-hal yang perlu
dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek tindakan,
lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul.
4.
Reflection (Refleksi)
Releksi
disini meliputi kegiatan : analisi, sintesis, penafsiran (penginterpretasian),
menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi
terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki
kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian, penelitian tindakan
dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan
waktu untuk melakukannya sebagai planning untuk siklus selanjutnya.
B.
Prosedur
Penelitian
Prosedur
dalam penelitian tindakan kelas ini, sebelum peneliti terjun langsung pada
subjek penelitian, peneliti menyusun langkah- langkah yang akan ditempuh dalam
penelitian ini :
Langkah 1 : Persiapan
Pada
langkah pertama peneliti melakukan persiapan yaitu dengan melakukan observasi
ke SMA N 1 Garawangi dan menemui guru Matematika yang bersangkutan untuk
mengetahui kesulitan apa yang di alami guru dalam proses pembelajaran untuk
selanjutnya akan di diskusikan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan
sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut.
Langkah 2 : Tindakan
pada
langkah ke 2 yaitu tindakan, peneliti melakukan observasi langsung pada subjek
yang akan diteliti, namun sebelumnya peneliti telah merancang pelaksanaan
tindakan misalnya menyusun RPP (rancangan pelaksanaan pembelajaran), atau
langkah – langkah yang akan dilakukan dalam penggunaan metode pembelajaran yang
akan diterapkan yaitu pemecahan masalah.
Langkah 3 : Tahap
Pengolahan Data
Pada
tahap ini peneliti mengolah data – data yang terkumpul , menganalisis dan
mengolah data baik data yang di kumpulkan dalam bentuk tes maupun non tes.
Untuk
memperjelas setiap langkah demi langkah yang akan dilakukan oleh peneliti.
Penelitian ini kemudian dibagi menjadi dua tahap siklus, yaitu sebagai berikut
:
1. Deskripsi
siklus 1
Pada
siklus pertama ini ada 4 tahapan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu,
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pelaksanaan observasi (pengamatan) dan
refleksi
a. Tahap
perencanaan :
·
Peneliti merencanakan pembelajaran
dengan menyusun silabus dan RPP yang berkaitan tentang materi pembelajaran
yaitu peluang.
·
Peneliti merencanakan bagaimana skenario
dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving (pemecahan
masalah).
·
Peneliti menyusun alat pengumpul data
berupa tes yang dapat di gunakan sebagai alat pengukur kemampuan siswa, tes
tersebut berupa soal-soal yang berkaitan dengan materi peluang.
b. Tahap
Pelaksanaan Tindakan
·
Pada
siswa diberikan penjelasan umum tentang tujuan penelitian tindakan kelas sesuai
dengan rancangan yang telah direncanakan, baik mengenai pengumpulan data maupun
kegiatan –kegiatan yang lain.
·
Peneliti
mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran dengan
menggunakan metode pembelajaran problem solving yang telah dirancang dan mencatat kegiatan – kegiatan
yang dilakukan oleh masing – masing siswa.
·
Peneliti
memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan
dengan materi peluang.
c.
Tahap Observasi Tindakan
Pada tahap observasi ini peneliti mengamati dan
merefleksi dari hasil yang telah dilakukan pada tahap persiapan dan tindakan.
Dan merencanakan untuk tindakan yang akan dilakukan selajutnya.
d. Refleksi
·
Pada tahap refleksi ini peneliti
menganalisis setiap hambatan yang dialami pada pelaksanaan tindakan tersebut.
·
Mengidentifikasi setiap permasalahan –
permasalahan yang terjadi pada tindakan I.
2.
Deskripsi Siklus II
a.
Tahap Perencanaan
·
Peneliti merencanakan pembelajaran
dengan menyusun silabus dan RPP yang berkaitan tentang materi pembelajaran
yaitu peluang karena pada siklus pertama siswa belum begitu memahami tentang
materi peluang.
·
Peneliti merencanakan bagaimana skenario
dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving (pemecahan
masalah) dengan lebih memperkenalkan tahap demi tahap dalam penerapannya karena
pada siklus pertama siswa belum terbiasa maka dilanjutkan kembali pada siklus
kedua ini.
·
Peneliti menyusun alat pengumpul data
berupa tes yang dapat di gunakan sebagai alat pengukur kemampuan siswa, tes
tersebut berupa soal-soal yang berkaitan dengan materi peluang.
b. Tahap
Pelaksanaan Tindakan
·
Pada
siswa diberikan penjelasan umum tentang tujuan penelitian tindakan kelas sesuai
dengan rancangan yang telah direncanakan, baik mengenai pengumpulan data maupun
kegiatan –kegiatan yang lain.
·
Peneliti
mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran dengan
menggunakan metode pembelajaran problem solving yang telah dirancang dan mencatat kegiatan – kegiatan
yang dilakukan oleh masing – masing siswa.
·
Peneliti
memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan
dengan materi peluang.
·
Guru memberikan tugas pada siswa untuk
pekerjaan rumah sebagai bahan latihan siswa.
c. Tahap
Observasi Tindakan
Pada tahap observasi ini peneliti mengamati dan
merefleksi dari hasil yang telah dilakukan pada tahap persiapan dan tindakan,
kemudian mengamati hasil dari tindakan tersebut dengan menggunakan lembar
observasi.
d.
Refleksi
·
Pada tahap refleksi ini peneliti
menganalisis setiap hambatan yang dialami pada pelaksanaan tindakan tersebut.
·
Mengidentifikasi setiap permasalahan –
permasalahan yang terjadi pada tindakan II dan mengidentifikasi pula masalah –
masalah yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Pada
dasarnya tahapan- tahapan ini akan terus berulang, karena dari setiap tahapan
penelitian mengidentifikasi hambatan – hambatan dan permasalahan yang ada
sehingga hambatan perlu diatasi dengan melakukan tindakan selanjutnya demi
memperbaiki tindakan sebelumnya.
Daftar
Pustaka
Gulo, W. 2005. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta :Grasindo.
Purwanto Ngalim. 1986. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya.
Hardini,
Israni & Dewi Puspitasari. 2011. Strategi
Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta: Familia.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka
Cipta
Kemmis,
S & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner, Third Edition.
Victoria: Deakin University.
Sangadji,
Eta mamang. 2010. Metodologi Penelitian;
Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: PT. Andi Offset.
0 komentar:
Posting Komentar